belajar buat blog

62
Memperhatikan :
9
Fatwa Dewan Pimpinan MUI Tentang
Malaikat Jibril Mendampingi Manusia
1. Surat dari Ir. Andan Nadriasta tanggal
4 Oktober 1997 yang bertanya dan
mengharapkan ada penjelasan dari Majelis
Ulama Indonesia tentang ajaran kelompok
pengajian yang dipimpin oleh Ibu Lia
Aminuddin, Jln. Mahoni 30 Jakarta Pusat
10460 Telp. 4207420-4247218.
Dalam surat itu dinyatakan, antara lain,
bahwa Ibu Lia Aminuddin ditemani
(didampingi) oleh Malaikat Jibril. Pengajian
atau ajaran yang disampaikan Ibu Lia
itu pada hakikatnya adalah ajaran yang
dibawa Malaikat Jibril melalui Ibu Lia. Hal
demikian, menurut pengirim surat, jelas
dapat meresahkan umat karena bertentangan
dengan akidah Islam;
2. Penjelasan Ibu Lia Aminuddin kepada
Sekretaris Komisi Fatwa MUI pada Selasa, 4
Nopember 1997, bahwa benar ia didampingi
dan mendapat ajaran dari Malaikat Jibril.
3. Penjelasan Ibu Lia Aminuddin dalam Sidang
Komisi Fatwa tanggal 11 Nopember 1997,
yang antara lain, mengatakan:
a. Setelah merasa dikecewakan oleh
sikap Anton Medan dan dua kiai (Nur
Muhammad Iskandar dan Zainuddin
MZ) mengenai masalah Yayasan At-
Ta’ibin, Ibu Lia setiap malam menangis
dan mengadu kepada Allah tentang
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
63
ketidakadilan dan kebenaran yang
dirasakannya tidak ada. Ibu Lia yang
mengaku sangat awam dalam bidang
agama Islam pada suatu malam
mengalami suatu peristiwa: seluruh
badan bergetar, keringat bercucuran,
tetapi ia merasa kedinginan. Esok harinya
tiba-tiba ia bisa melihat segala sesuatu
(misalnya ia dapat mengetahui bahwa
sebuah mobil yang dilihatnya adalah
hasil korupsi) dan dapat mengobati
berbagai penyakit.
b. Setelah itu, ia didatangi oleh makhluk
gaib yang kemudian mendampinginya
serta memberikan ajaran dan tuntunan
agama Islam. Makhluk itu kemudian
diketahui (mengaku) sebagai malaikat
bernama Habib al-Huda.
c. Pada suatu hari, seorang pasien bernama
Indra yang menurut Ibu Lia, kasyaf jin
memberitahukan bahwa pendamping
Ibu Lia adalah malaikat Jibril. Kemudian
di hari lain, datang lagi seseorang yang
memberikan kesaksian serupa. Dan ketika
Ibu Lia bertanya kepada pendampingnya
tentang kebenaran kesaksian dua orang
tersebut, pendamping itu membenarkan
dan mengaku bahwa sebenarnya ia
adalah Malaikat Jibril.
d. Ibu Lia kemudian disuruh beribadah
umrah oleh “Jibril” untuk mendapat
kesaksian (pembuktian) bahwa ia
adalah Jibril. Sepanjang perjalanan
umrah ia melihat peristiwa-peristiwa
yang memberikan keyakinan kepadanya
bahwa pendampingnya itu benar-benar
Jibril.
e. Ibu Lia juga menjelaskan bahwa ia dapat
berkomunikasi dengan Jibrilnya jika ia
memerlukan dan Jibril tidak bisa datang
semaunya. Tegasnya, kedatangan
Jibril
tidak bergantung pada Ibu Lia, kecuali
jika ada amanat yang harus disampaikan
kepadanya.
4. Keputusan Sidang Komisi Fatwa dan Hukum
64
Majelis Ulama Indonesia, pada hari Selasa,
11 Nopember 1997 dan 3 Desember 1997,
yang membahas tentang “kemungkinan
manusia pada saat ini (setelah wafat Nabi
Muhammad s.a.w) didampingi serta dapat
berkomunikasi dan mendapat ajaran dari
Malaikat Jibril”.
Menimbang: 1. Bahwa akidah (aqidah) dalam ajaran Islam
mempunyai kedudukan sangat penting dan
harus didasarkan pada dalil-dalil qat’iy, oleh
karena itu, akidah tersebut harus dijaga dan
dilindungi kemurniannya.
2. Bahwa masalah Jibril merupakan masalah
penting yang menyangkut akidah Islam;
oleh karena itu, akidah atau keimanan
(kepercayaan) kepada Jibril harus
berlandaskan dan tunduk pada dalil-dalil
qat’ iy.
3. Bahwa menurut akidah Islam, Jibril hanya
turun kepada para nabi untuk menyampaikan
wahyu Allah, dan mengingat Nabi.
Muhammad saw adalah nabi terakhir maka
Jibril tidak lagi turun menemui manusia
untuk menyampaikan wahyu.
4. Bahwa pengakuan seseorang, dalam hal
ini Ibu Lia Aminuddin, didampingi dan
mendapat ajaran dari Jibril harus segera
ditanggapi dan diluruskan oleh Majelis
Ulama Indonesia.
Mengingat: 1. Salah satu rukun Iman dalam sistem akidah
Islam - yang wajib diyakini dan menj adi
akidah setiap muslim - adalah iman kepada
malaikat. Cukup banyak ayat al-Qur’an
menjelaskan hal ini: antara lain firman
Allah:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu kebajikan;
 والْمغرِبِ  الْمشرِقِ  قبلَ   و  جوه ُ كم   تولُّوا  أَنْ  الْبِر   لَيس
 والْملَائكَة  الْآخرِ  والْيومِ   بِاللَّه   آمن   من   الْبِر   ولَكن
(: والنبِيين...(البقرة  والْكتابِ
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
65
akan tetapi, sesungguhnya kebajikan
itu adalah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi .... “ (QS. al-Baqarah [2]:177)
“.... Barang siapa yang kafir kepada Allah,
malaikatmalaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh
jauhnya”(QS. an-Nisa [4]: 136).
2. Menurut ajaran Islam (al-Qur’an), malaikat
adalah makhluk gaib dan termasuk ke dalam
hal (alam) yang gaib. Mengenai hal yang
gaib, Allah berfirman:
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui
yang gaib; maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorang pun tentang yang gaib itu,
kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya;
maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga penjaga (malaikat) di muka dan di
belakangnya “ (QS. Al-Jinn [72]:26-27).
3. Atas dasar itu, dalam melaksanakan
keimanan kepada malaikat yang gaib itu,
setiap muslim yang yakin (beriman) bahwa
sumber akidah dalam Islam mengenai
persoalan gaib hanyalah al-Qur’an semata,
harus tunduk dan mengikuti, serta terbatas
pada keterangan yang dijelaskan oleh al-
Qur’an, baik menyangkut materi mereka,
sifat, tugas, maupun dalam hal melihat
mereka. Malaikat, dalam akidah muslim,
adalah makhluk (alam) gaib yang tidak
dapat diketahui oleh manusia melalui idrak
basyari (intelek manusia). Mereka hanya
dapat diketahui melalui pemberitaan valid
(al-khabar as-sadiq) dari Allah SWT., yaitu
 والْيومِ   و  ر  سله   و ُ كتبِه   وملَائكَته   ِباللَّه   يكُْفر   ...ومن
(: النساء ) بعيدا  ضلَالًا  ضلَّ  فَقَد  الْآخرِ
 ارتضى  منِ  إِلَّا . أَحدا  غَيبِه  علَى  يظْهِر  فَلَا  الْغيبِ  عال  م
 رصدا  خلْفه  ومن  يديه  بينِ  من  يسُل  ك  فَإِنه  ر  سولٍ  من
(-: (الجن
(: الأنبياء ) يفْترونَ  لَا  والنهار  اللَّيلَ  يسب  حونَ
 والْيومِ   و  ر  سله   و ُ كتبِه   وملَائكَته   ِباللَّه   يكُْفر   ...ومن
(: النساء ) بعيدا  ضلَالًا  ضلَّ  فَقَد  الْآخرِ
 ارتضى  منِ  إِلَّا . أَحدا  غَيبِه  علَى  يظْهِر  فَلَا  الْغيبِ  عال  م
 رصدا  خلْفه  ومن  يديه  بينِ  من  يسُل  ك  فَإِنه  ر  سولٍ  من
(-: (الجن
(: الأنبياء ) يفْترونَ  لَا  والنهار  اللَّيلَ  يسب  حونَ
66
keterangan yang terdapat dalam al-qur’an.
(perhatikan Mahmud Syaltut, al-Islam
Aqidah wa Syari‘ah, t.t.: Dar al-Qalam,
1966, h. 32). Dengan kata lain, pengetahuan
tentang malaikat haruslah berdasarkan
wahyu.
4. Perintah al-Qur’an agar beriman kepada
malaikat tersebut, pada dasarnya, bukan
hanya beriman dari sudut bahwa mereka
adalah makhluk yang benar-benar ada
semata, melainkan juga dari sudut tugastugas
mereka yang berkaitan erat dengan
misi penting ajaran agama, yaitu, antara lain,
pembersihan jiwa (at-tahzib an-nafsiy) dan
pengarahan terhadap kebaikan. (perhatikan
ibid., h. 35).
5. Al-Qur’an telah menjelaskan sifat-sifat
malaikat; di antaranya adalah:
a. bahwa malaikat itu suci dari sifat-sifat
manusia (a’rad al-basyariyah) seperti
lapar, sakit, makan, tidur, bercanda,
berdebat, dst. Hal ini ditunjukkan oleh
Allah, melalui dalalah iltizam, dalam
firman-Nya:
“Mereka (malaikat) selalu bertasbih
(beribadah kepada Allah) pada waktu
malam dan siang hari tiada hentihentinya.”
(QS. al-Anbiya [21]: 20)
b. bahwa malaikat itu selalu takut (al-khaufi
dan taat kepada Allah, sebagaimana
dijelaskan dalam firmanNya:
“Mereka (malaikat) takut kepada
Tuhan mereka yang di atas mereka dan
melaksanakan apa yang diperintahkan
(kepada mereka) “ (QS. An-Nahl [ 16]:
50)
 والْيومِ   و  ر  سله   و ُ كتبِه   وملَائكَته   ِباللَّه   يكُْفر   ...ومن
(: النساء ) بعيدا  ضلَالًا  ضلَّ  فَقَد  الْآخرِ
 ارتضى  منِ  إِلَّا . أَحدا  غَيبِه  علَى  يظْهِر  فَلَا  الْغيبِ  عال  م
 رصدا  خلْفه  ومن  يديه  بينِ  من  يسُل  ك  فَإِنه  ر  سولٍ  من
(-: (الجن
(: الأنبياء ) يفْترونَ  لَا  والنهار  اللَّيلَ  يسب  حونَ
 يؤمرونَ  ما  ويفْعُلونَ   فَوقهِم   من   رب  هم  يخاُفونَ
 (: (النحل
 عباد  بلْ  سبحانه   ولَدا  الرحم  ن  اتخذَ  وقَاُلوا
. يعمُلونَ  بِأَمرِه  و  هم  بِالْقَولِ  يسبُِقونه  لَا . مكْرمونَ
 إِلَّا  يشفَعونَ  ولَا  خلْفَ  هم  وما  أَيديهِم  بين  ما  يعلَ  م
: الأنبياء ) مشفُقونَ  خشيته  من  و  هم  ارتضى  لمنِ
(-
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
67
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang
Maha Pemurah telah mengambil
(mempunyai) anak’. Maha Suci Allah.
Sebenarnya (malaikat-malaikat itu)
adalah hamba-hamba yang dimulaikan,
mereka itu tidak mendahului-Nya
dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya.
Allah mengetahui segala apa yang di
hadapan mereka (malaikat) dan yang
di belakang mereka, dan mereka tiada
memberi syafaat melainkan kepada
orang yang diridhai Allah, dan mereka
itu selalu berhati-hati karena takut
kepada-Nya “ (QS. Al-Anbiya [21]: 26-
28).
c. bahwa malaikat itu selalu taat kepada
Allah, tidak durhaka (melakukan maksiat)
kepada-Nya. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam QS. al-Anbiya [21]:
26-28 di atas dan dalam firman-Nya:
“... mereka (malaikat) tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan “ (at-
Tahrim [66]: 6).
Termasuk durhaka kepada Allah adalah
berbohong. Dengan demikian, tidak
mungkin ada malaikat berbohong,
seperti hari ini ia mengaku bernama
Jibril dan esok harinya atau kemarin
mengakui selain Jibril.
d. bahwa malaikat itu mempunyai sifat
malu. Hal ini sebagaimana dijelaskan
oleh Nabi:
 عباد  بلْ  سبحانه   ولَدا  الرحم  ن  اتخذَ  وقَاُلوا
. يعمُلونَ  بِأَمرِه  و  هم  بِالْقَولِ  يسبُِقونه  لَا . مكْرمونَ
 إِلَّا  يشفَعونَ  ولَا  خلْفَ  هم  وما  أَيديهِم  بين  ما  يعلَ  م
: الأنبياء ) مشفُقونَ  خشيته  من  و  هم  ارتضى  لمنِ
(-
 يؤمرونَ  ما  ويفْعُلونَ   أَمر  هم  ما   اللَّه  يع  صونَ  لَا
 (: (التحريم
 رواه ) الْملاَئكَُة  منه  تستحى  ر  جلٍ  من  أَستحى  أَلاَ
مسلم)
 عباد  بلْ  سبحانه   ولَدا  الرحم  ن  اتخذَ  وقَاُلوا
. يعمُلونَ  بِأَمرِه  و  هم  بِالْقَولِ  يسبُِقونه  لَا . مكْرمونَ
 إِلَّا  يشفَعونَ  ولَا  خلْفَ  هم  وما  أَيديهِم  بين  ما  يعلَ  م
: الأنبياء ) مشفُقونَ  خشيته  من  و  هم  ارتضى  لمنِ
(-
 يؤمرونَ  ما  ويفْعُلونَ   أَمر  هم  ما   اللَّه  يع  صونَ  لَا
 (: (التحريم
 رواه ) الْملاَئكَُة  منه  تستحى  ر  جلٍ  من  أَستحى  أَلاَ
مسلم)
68
“Bagaimana aku tidak malu terhadap
seorang laki-laki yang malaikat pun
malu terhadapnya” (HR. Muslim).
e. bahwa malaikat itu merasa sakit (tidak
suka, terganggu) dengan hal-hal yang
tidak disenangi (makruh), misalnya bau
tidak sedap; demikian juga anjing dan
patung, sebagaimana halnya manusia.
Nabi menjelaskan:
“Barang siapa makan bawang
putih, bawang merah, dan bawang
bakung janganlah mendekati masjid
kami, karena malaikat merasa sakit
(terganggu) dengan hal-hal
yang
membuat manusia pun merasa sakit”
(HR. Muslim).
“Dari Salim, dari ayahnya, ia berkata:
Jibril berjanji kepada Nabi, namun
kemudian ia terlambat datang sehingga
hal itu menyusahkan hati Nabi.
Kemudian Nabi keluar dan dijumpai
Jibril. Nabi mengadu kepadanya
tentang apa yang ia dapatkan. Jibril
menjawab : “Kami tidak akan masuk
ke dalam rumah yang didalamnya
terdapat gambar dan anjing”.” (Matn
 يؤمرونَ  ما  ويفْعُلونَ   أَمر  هم  ما   اللَّه  يع  صونَ  لَا
 (: (التحريم
 رواه ) الْملاَئكَُة  منه  تستحى  ر  جلٍ  من  أَستحى  أَلاَ
مسلم)
 يقْربن  فَلاَ  والْ ُ كراثَ   والثُّوم  الْبصلَ  أَكَلَ   من
 بنو  منه  يتأَذَّى  مما  تأَذَّى  اْلملاَئكَةَ  فَإِنَّ  مسجِدنا
مسلم)  رواه ) آدم
 علَيه  اللَّه  صلَّى  النبِي  وعد  قَالَ  أَبِيه  عن  سالمٍ  عن
 النبِي  علَى   اشتد  حتى   علَيه  فَراثَ  جِبرِي ُ ل   وسلَّم
 علَيه  اللَّه  صلَّى  النبِي  فَخرج  وسلَّم  علَيه  اللَّه  صلَّى
 لَا  إِنا  لَه  فَقَالَ   وجد  ما   إِلَيه  فَشكَا  فَلَقيه   وسلَّم
البخاري)  رواه ) كَلْ  ب  ولَا  صورٌة   فيه  بيتا  ند  خ ُ ل
 الْعرشِ  ذي  عند  ُقوة  ذي . كَرِيمٍ  ر  سولٍ  لَقَو ُ ل  إِنه
. بِمجنون  صاحب ُ كم  وما . أَمينٍ  ثَم  مطَاعٍ . مكينٍ
(-: التكوير ) الْ  مبِينِ  بِالُْأُفقِ  رآه  ولَقَد
 يقْربن  فَلاَ  والْ ُ كراثَ   والثُّوم  الْبصلَ  أَكَلَ   من
 بنو  منه  يتأَذَّى  مما  تأَذَّى  اْلملاَئكَةَ  فَإِنَّ  مسجِدنا
مسلم)  رواه ) آدم
 علَيه  اللَّه  صلَّى  النبِي  وعد  قَالَ  أَبِيه  عن  سالمٍ  عن
 النبِي  علَى   اشتد  حتى   علَيه  فَراثَ  جِبرِي ُ ل   وسلَّم
 علَيه  اللَّه  صلَّى  النبِي  فَخرج  وسلَّم  علَيه  اللَّه  صلَّى
 لَا  إِنا  لَه  فَقَالَ   وجد  ما   إِلَيه  فَشكَا  فَلَقيه   وسلَّم
البخاري)  رواه ) كَلْ  ب  ولَا  صورٌة   فيه  بيتا  ند  خ ُ ل
 الْعرشِ  ذي  عند  ُقوة  ذي . كَرِيمٍ  ر  سولٍ  لَقَو ُ ل  إِنه
. بِمجنون  صاحب ُ كم  وما . أَمينٍ  ثَم  مطَاعٍ . مكينٍ
(-: التكوير ) الْ  مبِينِ  بِالُْأُفقِ  رآه  ولَقَد
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
69
al-Bukhari bi-Hasyiyah as-Sindi,
[Bairut: Dar al-Fikr, 1995], jilid IV, h.
53.
6. Malaikat Jibril, sebagai salah satu malaikat
yang menurut al-Qur’an mempunyai nama
lain seperti ar-ruh, ar-ruh al-qudus, dan
ar-ruh al-amin, tentu memiliki sifat-sifat
malaikat pada umumnya. Di samping itu,
malaikat Jibril memiliki sifat lain dan tugas
tertentu, antara lain sebagaimana dijelaskan
dalam:
a. Firman Allah:
“Sesungguhnya al-Qur’an itu benarbenarfirman
(Allah yang dibawa
oleh) utusan yang mulia (Jibril),
yang mempunyai kekuatan, yang
mempunyai kedudukan tinggi di sisi
Allah Yang mempunyai Arasy, yang
ditaati di sana (di alam malaikat) lagi
dipercaya. Dan temanmu (Muhammad)
itu bukanlah sekali-kali orang yang
gila; dan sesungguhnya Muhammad
itu melihat Jibril di ufuk yang terang”
(QS. At-Takwir [81]: 19-23).
b. Firman Allah:
“Dan sesungguhnya al-Qur’an ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, dia dibawa turun oleh
ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam
hatimu (Muhammad) agar menjadi
salah seorang di antara orang-orang
yang memberi peringatan “ (QS. AsySyu’ara
[261192-194).
 يقْربن  فَلاَ  والْ ُ كراثَ   والثُّوم  الْبصلَ  أَكَلَ   من
 بنو  منه  يتأَذَّى  مما  تأَذَّى  اْلملاَئكَةَ  فَإِنَّ  مسجِدنا
مسلم)  رواه ) آدم
 علَيه  اللَّه  صلَّى  النبِي  وعد  قَالَ  أَبِيه  عن  سالمٍ  عن
 النبِي  علَى   اشتد  حتى   علَيه  فَراثَ  جِبرِي ُ ل   وسلَّم
 علَيه  اللَّه  صلَّى  النبِي  فَخرج  وسلَّم  علَيه  اللَّه  صلَّى
 لَا  إِنا  لَه  فَقَالَ   وجد  ما   إِلَيه  فَشكَا  فَلَقيه   وسلَّم
البخاري)  رواه ) كَلْ  ب  ولَا  صورٌة   فيه  بيتا  ند  خ ُ ل
 الْعرشِ  ذي  عند  ُقوة  ذي . كَرِيمٍ  ر  سولٍ  لَقَو ُ ل  إِنه
. بِمجنون  صاحب ُ كم  وما . أَمينٍ  ثَم  مطَاعٍ . مكينٍ
(-: التكوير ) الْ  مبِينِ  بِالُْأُفقِ  رآه  ولَقَد
. الْأَم  ين  الرو  ح  بِه  نزلَ . الْعالَمين  رب  لَتنزِي ُ ل  وإِنه
-: الشعراء ) الْ  منذرِين  من  لت ُ كونَ  قَلْبِك  علَى
(
 ر  سولَ  ولَكن  رِجال ُ كم  من  أَحد  أَبا  محم  د  كَانَ  ما
 عليما  شيءٍ  بِ ُ كلِّ  اللَّه  وكَانَ   النبِيين   وخاتم   اللَّه
 (: (الأحزاب
70
Ayat Qur’an di atas (QS. Asy-Syu’ara:
192-194) menegaskan bahwa (1) Malaikat
Jibril mempunyai tugas menyampaikan/
menurunkan pesan dan ajaran dari
Allah, (2) pesan dan ajaran yang dibawa
turun oleh malaikat Jibril adalah kalam
(wahyu dari) Allah, dalam hal ini al-
Qur’an, (3) wahyu tersebut dibawa
turun oleh malaikat Jibril kedalam hati
(kalbu) Nabi Muhammad, dan (4) bahwa
tujuan penurunan wahyu kepada Nabi
Muhammad ialah agar ia menjadi nabi
(munzir). Atas dasar ini, maka (1) tidak
dapat dibenarkan jika Jibril membawa
turun selain wahyu, misalnya pendapat
atau penjelasan dari Jibril sendiri, baik
kepada Nabi Muhammad maupun orang
lain, (2) sesudah Nabi Muhammad wafat
Jibril tidak akan lagi menurunkan wahyu
maupun ajaran kepada siapapun, karena
Nabi Muhammad adalah nabi terakhir
dan ajaran Allah untuk umat manusia
telah dinyatakan sempurna.
Dua hal disebut terakhir ini, yakni bahwa
Nabi Muhammad adalah nabi terakhir
dan bahwa ajaran Allah untuk umat
manusia telah sempurna dijelaskan
dalam firman Allah:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah
bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan
penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu “ (QS. Al-
Ahzab [33]: 40).
“... Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah
. الْأَم  ين  الرو  ح  بِه  نزلَ . الْعالَمين  رب  لَتنزِي ُ ل  وإِنه
-: الشعراء ) الْ  منذرِين  من  لت ُ كونَ  قَلْبِك  علَى
(
 ر  سولَ  ولَكن  رِجال ُ كم  من  أَحد  أَبا  محم  د  كَانَ  ما
 عليما  شيءٍ  بِ ُ كلِّ  اللَّه  وكَانَ   النبِيين   وخاتم   اللَّه
 (: (الأحزاب
 علَي ُ كم  وأَتمم  ت   دين ُ كم   لَ ُ كم  أَكْملْ  ت   ...الْيوم
 (: المائدة )... دينا  الْإِسلَام  لَ ُ ك  م  ورضي  ت  نِعمتي
 إِلَيهِم  نزلَ  ما  للناسِ   لتبين   الذِّكْر   إِلَيك  ...وأَنزلْنا
 (: النحل ) يتفَكَّرونَ  ولَعلَّ  هم
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
71
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Kuridai Islam itu jadi agama
bagimu... “ (QS. Al-Ma’idah [5]: 3).
7. Jibril, sebagaimana dijelaskan di atas,
hanyalah bertugas menyampaikan wahyu
dari Allah dan ia tidak diberi wewenang oleh
Allah untuk menjelaskan kandungan (isi dan
maksud)-nya. Dalam hal al-Qur’an, tugas
menjelaskannya dibebankan kepada Nabi,
sebagaimana dikemukakan dalam firman
Allah:
“....Dan Kami turunkan kepadamu
(Muhammad) al-
Qur’an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” (QS. an-Nahl
[ 16]:44)
Selain Nabi, tugas menjelaskan al-Qur’an
juga menjadi tanggung jawab para ulama.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah, antara lain:
“... Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunvai pengetahuan (ulama) jika
kamu tidak mengetahui “ (QS. an-Nahl [16]:
43).
Jelaslah kiranya bahwa malaikat, termasuk
juga Jibril, menurut al-Qur’ an tidak
mempunyai wewenang untuk menafsirkan
atau menjelaskan maksud al-Qur’an,
sedangkan pengetahuan tentang tugastugas
malaikat haruslah berdasarkan wahyu
(al-Qur’an dan Hadis) sebagaimana telah
dikemukakan di atas. Dengan demikian,
pengakuan siapapun bahwa Jibril telah
menafsirkan al-Qur’an tidak dapat
dibenarkan.
 علَي ُ كم  وأَتمم  ت   دين ُ كم   لَ ُ كم  أَكْملْ  ت   ...الْيوم
 (: المائدة )... دينا  الْإِسلَام  لَ ُ ك  م  ورضي  ت  نِعمتي
 إِلَيهِم  نزلَ  ما  للناسِ   لتبين   الذِّكْر   إِلَيك  ...وأَنزلْنا
 (: النحل ) يتفَكَّرونَ  ولَعلَّ  هم
: النحل ) تعلَ  مونَ  لَا   ُ كنتم  إِنْ  الذِّكْرِ  أَهلَ  ...فَاسأَُلوا
 (
72
8. Ayat lain yang menjalaskan bahwa tugas
Jibril adalah menyampaikan wahyu antara
lain:
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun
bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau
di belakang tabir atau dengan mengutus
seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi
lagi Maha Bijaksana “ (QS. Asy-Syura [42]:
51).
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat
dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan “ (QS. Al-
Qadr [97]:4)
9. Sebagaimana malaikat pada umumnya yang
tidak akan pernah melakukan maksiat,
misalnya melihat aurat, Malaikat Jibril tidak
mau masuk ke dalam suatu rumah yang
didalamnya ada aurat terbuka. Ini dapat
diketahui dari hadis berikut:
 وراءِ   من   أَو  وحيا  إِلَّا  اللَّه  يكَلِّمه  أَنْ  لبشرٍ  كَانَ  وما
 علي  إِنه  يشاءُ  ما  بِإِذْنِه  فَيوحي  ر  سولًا  يرسلَ  أَو  حجابٍ
حكي  م
 أَمرٍ  ُ كلِّ   من   ربهِم   بِإِذْن  فيها  والرو  ح  الْملَائكَُة  تنز ُ ل
(: (القدر
 كَانت  عنها  الله  رضي  خديجةَ  السيدةَ  أَنَّ   ورد   قَد
 عن  الْخمارِ  بِإِماطَة  الر  سولِ  علَى  الْوحيِ  نزولَ  تمتح  ن
 وإِذَا ، الر  سولِ  حالَُة  هدأَت  شعرها  كَشَفت  فَإِذَا ، رأْسها
 الْملَك  بِأَنَّ  لعلْمها  ، الْحالَُة   إِلَيه   عادت  شعرها   غَطَّت
 ولذَلك . الرأْسِ  مكْ  شوفَُة  امرأٌَة  فيه  بيتا  يد  خ ُ ل  لاَ  جِبرِيلَ
، لاَ : قَالَ ؟ تراه  هلْ : رأْسها  عن  حسِرت  لَما : لَه  قَالَت
 هذَا  وما ، لَملَ  ك  فَواللهِ  وأَبشر  أَثْبِت  عم  ابن  يا : قَالَت
 ( ص إسلامية  عقيدة ) بِشيطَان
 قَالَ  عنه  اللَّه  رضي  عباسٍ  ابنِ  عن  وأحمد  البخاري  روى
 ما  لجِبرِيلَ   وسلَّم   علَيه  اللَّه  صلَّى   اللَّه  ر  سو ُ ل  قَالَ
 نتنز ُ ل  وما } فَنزلَت ؟ تزو رنا  مما  أَكْثَر  تزورنا  أَنْ  يمنعك
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
73
“Terdapat keterangan (hadis) bahwa Khadijah
r.a. pernah mencoba (menguji) turunnya
wahyu kepada Rasul dengan melepaskan
kerudung dari kepalanya. Jika ia membuka
rambutnya, tenanglah keadaan Rasul; dan
jika ia menutup rambutnya, keadaan Rasul
kembali seperti semula. Hal itu ia lakukan
karena ia mengetahui bahwa malaikat Jibril
tidak akan masuk ke dalam rumah yang di
dalamnya ada seorang perempuan yang
terbuka kepalanya. Oleh karena itu, ketika
membuka kepalanya ia (Khadijah) bertanya
kepada Rasul: ‘Apakah engkau melihatnya
(Jibril)?’ Rasul menjawab: ‘Tidak!’ Khadij
ah berkata: ‘Wahai putra paman! Tabah
dan bergembiralah! Demi Allah! (Yang
datang kepada engkau) itu adalah malaikat,
dan bukan syaitan’.” (Sayyid Sabiq, Aqidah
Islamiyah, h. 268).
10. Malaikat Jibril hanya turun dan datang
kepada Nabi Muhammad atas izin dan
perintah Allah. Tanpa izin dan perintah
Allah ia tidak akan turun, betapa pun Nabi
Muhammad sangat menginginkan dan
mengharapkan. Cukup banyak peristiwa yang
memerlukan segera mendapat jawaban dan
penjelasan wahyu, tetapi Jibril tidak kunjung
datang membawa wahyu. Contoh penantian
Nabi yang paling mendesak adalah peristiwa
menggemparkan yang menuduh ‘Aisyah r.a.,
isteri Nabi, berbuat serong (hadis al-ifki).
Di samping itu, Nabi pernah meminta
kepada Jibril agar lebih sering datang
mengunjungi Nabi, tetapi Jibril menjawab
bahwa kunjungannya harus atas izin Allah.
Hal ini dij elaskan dalam hadis berikut:
 كَانت  عنها  الله  رضي  خديجةَ  السيدةَ  أَنَّ   ورد   قَد
 عن  الْخمارِ  بِإِماطَة  الر  سولِ  علَى  الْوحيِ  نزولَ  تمتح  ن
 وإِذَا ، الر  سولِ  حالَُة  هدأَت  شعرها  كَشَفت  فَإِذَا ، رأْسها
 الْملَك  بِأَنَّ  لعلْمها  ، الْحالَُة   إِلَيه   عادت  شعرها   غَطَّت
 ولذَلك . الرأْسِ  مكْ  شوفَُة  امرأٌَة  فيه  بيتا  يد  خ ُ ل  لاَ  جِبرِيلَ
، لاَ : قَالَ ؟ تراه  هلْ : رأْسها  عن  حسِرت  لَما : لَه  قَالَت
 هذَا  وما ، لَملَ  ك  فَواللهِ  وأَبشر  أَثْبِت  عم  ابن  يا : قَالَت
 ( ص إسلامية  عقيدة ) بِشيطَان
 قَالَ  عنه  اللَّه  رضي  عباسٍ  ابنِ  عن  وأحمد  البخاري  روى
 ما  لجِبرِيلَ   وسلَّم   علَيه  اللَّه  صلَّى   اللَّه  ر  سو ُ ل  قَالَ
 نتنز ُ ل  وما } فَنزلَت ؟ تزو رنا  مما  أَكْثَر  تزورنا  أَنْ  يمنعك
 ذَلك  بين  وما  خلْفَنا  وما  أَيدينا  بين  ما  لَه  ربك  بِأَمرِ  إِلَّا
: مريم  سورة { نسِيا  ربك  كَانَ  وما
 بِأَلْف  ممد ُ كم  أَني  لَ ُ كم  فَاستجاب  رب ُ كم  تستغيُثونَ  إِذْ
(: الأنفال ) مردفين  الْملَائكَة  من
74
“Imam Bukhari dan Ahmad meriwayatkan
dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah berkata
kepada Jibril: ‘Apa yang menghalangimu
untuk berkunjung kepada kami lebih
sering dari kunjunganmu selama in?’ Nabi
berkata. Lalu turunlah ayat : ‘Dan tidaklah
kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah
Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa
yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada
di belakangkita, dan apa-apa yang ada di
antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu
lupa’. “ (QS. Maryam [19]: 64). (Lihat Matn
al-Bukhari bi-Hasyiyah as-Sindi, [Bairut:
Dar al-Fikr,1995], jilid II, h. 245).
11. Menurut al-Qur’an, manusia dapat melihat,
ditemui, atau bahkan dibantu oleh malaikat,
dan itu termasuk karamah. Misalnya seperti
dijelaskan dalam al-Qur’an:
“(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-
Nya bagimu. Sesungguhnya Aku akan mendatangkan
bala bantuan kepadamu dengan
seribu malaikat yang datang berturut-
turut
“’ (QS. al-Anfal [8]; 9).
Mengingat hal tersebut sebagai karamah,
tentu sahib al karamah (orang yang
mempunyai karamah) diharuskan memenuhi
suatu persyaratan, yaitu amal perbuatannya
harus sesuai dengan dan berdasarkan Kitab
(al-Qur’an) dan sunnah atau menurut Abu
Yazid al-Bustami, ia harus memahami dan
mengamalkan awamir dan nawahi (perintah
dan larangan agama).
 كَانت  عنها  الله  رضي  خديجةَ  السيدةَ  أَنَّ   ورد   قَد
 عن  الْخمارِ  بِإِماطَة  الر  سولِ  علَى  الْوحيِ  نزولَ  تمتح  ن
 وإِذَا ، الر  سولِ  حالَُة  هدأَت  شعرها  كَشَفت  فَإِذَا ، رأْسها
 الْملَك  بِأَنَّ  لعلْمها  ، الْحالَُة   إِلَيه   عادت  شعرها   غَطَّت
 ولذَلك . الرأْسِ  مكْ  شوفَُة  امرأٌَة  فيه  بيتا  يد  خ ُ ل  لاَ  جِبرِيلَ
، لاَ : قَالَ ؟ تراه  هلْ : رأْسها  عن  حسِرت  لَما : لَه  قَالَت
 هذَا  وما ، لَملَ  ك  فَواللهِ  وأَبشر  أَثْبِت  عم  ابن  يا : قَالَت
 ( ص إسلامية  عقيدة ) بِشيطَان
 قَالَ  عنه  اللَّه  رضي  عباسٍ  ابنِ  عن  وأحمد  البخاري  روى
 ما  لجِبرِيلَ   وسلَّم   علَيه  اللَّه  صلَّى   اللَّه  ر  سو ُ ل  قَالَ
 نتنز ُ ل  وما } فَنزلَت ؟ تزو رنا  مما  أَكْثَر  تزورنا  أَنْ  يمنعك
 ذَلك  بين  وما  خلْفَنا  وما  أَيدينا  بين  ما  لَه  ربك  بِأَمرِ  إِلَّا
: مريم  سورة { نسِيا  ربك  كَانَ  وما
 بِأَلْف  ممد ُ كم  أَني  لَ ُ كم  فَاستجاب  رب ُ كم  تستغيُثونَ  إِذْ
(: الأنفال ) مردفين  الْملَائكَة  من
Dengan memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT.
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
Doa Keyakinan atau akidah tentang malaikat, termasuk malaikat
Jibril, baik mengenai sifat dan tugasnya harus didasarkan pada
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
75
keterangan atau penjelasan dari wahyu (Al-Qur’an dan Hadis).
Tidak ada satupun ayat maupun hadis yang menyatakan bahwa
malaikat Jibril masih diberi tugas oleh Allah untuk menurunkan ajaran
kepada umat manusia, baik ajaran baru atau ajaran yang bersifat
penjelasan terhadap ajaran agama yang telah ada. Hal ini karena ajaran
Allah telah sempurna. Pengakuan seseorang bahwa dirinya didampingi
dan mendapat ajaran keagamaan dari malaiakt Jibril bertentangan
dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu, pengakuan itu dipandang sesat dan
meyesatkan.
Menghimbau kepada :
1. Ibu Lia Aminudin (dan jama’ahnya), dan orang lain yang memiliki
keyakinan serupa, yakni keyakinan bahwa dirinya mendapat
ajaran agama dari malaikat Jibril, agar kembali dan mendalami
ajaran Islam, terutama dalam bidang akidah, dengan memahami
dan mempelajari al-Qur’an dan hadis kepada ulama, dan menurut
kaidah-kaidah yang telah dirumuskan dan diakui kebenarannya
oleh para ulama sebagai pedoman dalam mempelajari Al-Qur’an
dan hadis.
2. Masyarakat umat Islam agar berhati-hati dan tidak mengikuti
akidah yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis.
3. Majelis Ulama Indonesia bersedia memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada Ibu Lia Aminudin dan jama’ahnya, serta orang
lain yang memiliki keyakinan serupa.
4. Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam
keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan : Jakarta, 22 Desember 1997 M
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
ttd
KH. Hasan Basri
Sekretaris
ttd
Drs. H.A. Nazri Adlani

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "belajar buat blog"

Posting Komentar